www.musirawasterkini.com
Lubuklinggau, – Puluhan aktivis mahasiswa dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Lubuklinggau menggelar aksi unjuk rasa di MOR II Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM), PT Pertamina di Jalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Pasar Pemiri, Rabu (06/10/2021).
Aksi dimulai sekitar pukul 11.00 WIB. Mereka menyoal penyebab dugaan kelangkaan gas LPG 3 kilogram hingga harganya melonjak tinggi ditengah masyarakat.
Sebelumnya, aktivis GMNI juga menggelar aksi serupa di halaman Kantor Walikota dan terakhir di Gedung DPRD Kota Lubuklinggau.
Dalam aksi unjuk rasa yang mendapatkan pengamanan ketat anggota Polres Kota Lubuklinggau itu, para aktivis tidak mendapatkan tanggapan dari pihak MOR II Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) PT Pertamina.
Namun aktivis GMNI tetap menyuarakan tuntutan mereka melalui pengeras suara di gerbang pintu masuk perusahaan milik negara tersebut.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) GMNI Kota Lubuklinggau, Eris Yong Hengki dalam orasi dan selebaran tuntutannya mengungkapkan, kelangkaan LPG 3 kilogram beberapa minggu terakhir menyebabkan masyarakat jadi susah, tapi sampai saat ini belum ada solusi kongkrit untuk penyelesaiannya.
“GMNI mempertanyakan apa penyebab dari kelangkaan LPG 3 kilogram sehingga harganya naik, kami juga mempertanyakan apakah pihak PT Pertamina bersedia untuk memdirikan 1 distributor untuk 1 desa/kelurahan?” ujarnya.
Kemudian, aktivis mahasiswa juga mempertanyakan perihal adanya dugaan miskomunikasi antar pemerintah dengan PT Pertamina, perihal penutupan distributor secara sepihak.
“Apa hasil rapat antara pihak DPRD dan Pertamina perihal gas LPG 3 kilogram? Dan kami mendesak Pemkot dan DPRD meninjau kembali kebijakan yang diambil terkait gas LPG 3 kilogram,” tegasnya.
Hampir sekitar satu jam aktivis GMNI menyuarakan tuntutannya, tapi tidak ada perwakilan PT Pertamina yang memberikan tanggapannya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Lubuklinggau H Rahman Sani mengungkapkan, sebenarnya suplai gas LPG 3 kilogram diwilayah Kota Lubuklinggau sudah melebihi kapasitas dari data masyarakat miskin yang ada. “Cuma ada beberapa oknum yang ingin menjual di atas HET,” katanya. (Anggie)